Lompat ke isi

Gerakan Wanita di Dunia/Bab 10

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
10. HASILNJA

Setengah abad jang lalu kedudukan kaum wanita dibeberapa negeri umumnja berbeda satu sama lain. Ditiap-tiap negara kedudukan seorang wanita kaja berlainan pula dari kedudukan seorang isteri buruh. Keadaan ini sudah kita batja dalam buku ini.

Pada masa ini masih ada perbedaan, tetapi hampir diseluruh dunia kaum wanita telah sadar. Mereka telah insaf, bahwa mereka dalam pergaulan hidup, bersama-sama mempunjai hak-hak, tetapi djuga kewadjiban. Hak-hak itu disambut dengan kedua belah tangan, sekalipun mereka tidak selalu memakainja. (Apakah semua wanita turut serta memberi suara bila diadakan pemilihan anggota-anggata Badan Perwakilan Rakjat? Bukankah terlalu repot mereka mengurus rumah tangga?) Kewadjiban-kewadjiban didjalankan hanja oleh kaum wanita jang bekerdja untuk kepentingan umum disamping pekerdjaan memelihara keluarga. Dan pekerdjaan untuk umum boleh djadi pekerdjaan wanita jang mendjadi anggota dari persatuan wanita didesanja, atau tugasnja mewakili negerinja di Perserikatan Bangsa-bangsa.

Keadaan jang sempurna dalam lapangan perburuhan belum terdapat diseluruh dunia. Akan tetapi buruh wanita setengah abad jang lampau, berlainan benar dengan buruh wanita sekarang. Sebelum tahun 1880 tak ada satu negara jang membatasi waktu kerdja bagi kaum buruh. Undang-undang sosial jang menentukan bagaimana misalnja ruangan-ruangan paberik harus dibuat, berapa waktu istirahat harus diberikan, bagaimana buruh wanita harus dilindungi kalau sakit atau hamil, semua itu belum ada. Atas djasa Biro Buruh Internasional (I.L.O.) sebagai bagian dari UN, semakin banjak negara-negara melakukan undang-undang sosial terhadap buruh wanita. waktu-kerdja delapan djam sehari berlaku bukan sadja bagi lelaki, djuga bagi wanita. Djuga undang-undang sakit jang menentukan, bahwa buruh jang djatuh sakit masih menerima sebagian besar dari upahnja, kalau ia tak sanggup bekerdja. Undang-undang jang diadakan berhubung dengan keadaan hamil menetapkan, bahwa buruh wanita jang mengandung boleh libur enam atau delapan minggu sebelum melahirkan anak, sedangkan gadjinja harus dibajar terus. Djuga sesudah beranak ia boleh tinggal dirumah merawat anaknja enam atau delapan minggu lamanja dan gadjinja dibajar terus. Kadang-kadang dalam undang-undang itu termaktub djuga ketentuan-ketentuan jang memberi siibu kesempatan menolong bajinja dengan upahnja tidak dipotong. Banjak perusahaan-perusahaan modern memberi kesempatan pada pemudi-pemudi jang bekerdja dipaberik-paberik beladjar pada kursus-kursus penjelenggaraan rumah-tangga, beladjar memasak dan mendjahit, sehingga mereka kelak akan mendjadi ibu-rumah jang tjakap. Kursus-kursus ini diberikan dalam waktu bekerdja dan biasanja dibelandjai oleh madjikan.

Karena kaum wanita sekarang semakin bebas, maka dalam kesusilaan keadaan bertambah baik pula. Kami telah mengatakan, bahwa wanita pada masa ini tak usah lagi mendjerumuskan dirinja kedalam dunia pelatjuran, karena dengan djalan lain tak sanggup memperoleh nafkahnja sehari-hari. Nafsu laki-laki akan membudjuk gadis-gadis kepada djalan jang salah semakin berkurang, semendjak banjak negara-negara mendjalankan undan-gundang tentang pemeriksaan asal-asal tiap-tiap anak jang baru lahir: kepada bapak anak didjatuhkan kewadjiban memelihara anak itu, biarpun anak itu dilahirkan diluar nikah. Djadi berkat undang-undang ini bukanlah lagi laki-laki sadja jang mengetjap kesenangan dan perempuan jang memikul beban. Kebebasan wanita jang semakin besar menjebabkan sekarang anak-anak perempuan tidak mau lagi "dikawinkan". Ia memang wanita dan menurut kodrat alam ingin bersuami, akan tetapi dengan seorang lelaki jang akan memberi kebahagiaan padanja dan jang dikasihinja. Banjak orang berpendapat, bahwa semendjak gadis-gadis sendiri memilih bakal suaminja, semakin banjak perkawinan jang sial dan pertjeraian laki-isteri semakin banjak. Fihak lain mengatakan, bahwa pertjeraian-pertjeraian itu tidak boleh dipakai sebagai ukuran. Dahulu banjak negara memandang pertjeraian sebagai perbuatan jang tidak sopan. Tambah pula kalau seorang wanita ditjeraikan oleh suaminja, maka ia akan menderita kesukaran mentjari uang, karena semasa kawin ia hidup hanja dengan uang belandja suaminja sadja. Sekarang orang berani djudjur dan berani mengakui dengan terus-terang apabila pernikahannja gagal. Wanita jang ditjeraikan suaminja sekarang tak usah dipandang sebagai orang jang hina lagi. Bila perlu, ia sanggup bekerdja untuk mentjari nafkahnja sehari-hari.

Buah pikiran serupa ini tidak hanja didapat pada beberapa bangsa sadja, tapi telah berkembang keseluruh sudut dunia.

Komisi UN jang menetapkan kedudukan kaum wanita menjatakan pendapat-bersamanja dalam sebuah keterangan jang pandjang lebar. Kaum wanita dari segala podjok dunia bersama-sama bekerdja menjusun piagam itu. Tak mungkin kami sebut isinja jang lengkap, tetapi beberapa kutipan sadja akan kami terakan disini.

„Keselamatan dan kemadjuan masjarakat bergantung pada soal apakah lelaki maupun wanita sanggup memperkembang perawakan masing-masing dan apakah mereka insaf akan tanggung-djawab terhadap diri sendiri dan terhadap satu sama lain.

Kaum wanita mempunjai bagian jang penting didalam pembangunan masjarakat jang merdeka, sehat dan makmur serta tinggi deradjat kesusilaannja. Tugas ini hanja dapat didjalankannja sebagai seorang anggota jang bebas dan bertanggung djawab atas masjarakat itu. Kaum wanita harus mengambil bagian aktif dalam perdjuangan membasmi ideologi fasis, dan berusaha mentjapai kerdjasama internasional guna mentjapai perdamaian demokratis antara bangsa-bangsa sedunia dan guna mentjegah antjaman jang baru.

Supaja tjita-tjita ini tertjapai, komisi tersebut berusaha memperbaiki kedudukan wanita lepas dari soal kebangsaan, bahasa atau agamanja, sehingga tertjapai persamaan wanita dengan laki-laki dalam segala lapangan pekerdjaan manusia. Selandjutnja supaja terhapus semua undang-undang dan adat istiadat jang membelakangkan kaum wanita". Komisi itu berusaha, supaja hanja monogami sadja jang diakui sah (monogami artinja beristeri seorang sadja).

Terhadap "ketjakapan bertindak" atau hak melakukan segala kewadjiban jang didasarkan pada undang-undang, komisi menerangkan, bahwa semua wanita, jang bersuami atau jang tidak bersuami mempunjai hak jang sama dalam membuat perdjandjian dan dalam menerima dan mendjual harta pusaka.

Supaja kaum wanita tidak ketinggalan dalam hal-hal ekonomi dan sosial, maka mereka harus mempunjai hak jang sama dengan lelaki berhubung dengan pekerdjaan, upah, libur d.s.b. Dalam keadaan luar biasa, misalnja kalau seorang wanita mengandung atau menjusukan anaknja, wanita itu harus diperlalukan istimewa".

Inilah garis besar azas-azas kedudukan kaum wanita dalam pandangan internasional. Selandjutnja komisi itu menerima baik sebuah andjuran jang dikirimkan kepada semua anggota UN, dalam mana dikatakan, bahwa " wanita berkehendak, supaja kaum wanita, baik jang bersuami atau pun jang tidak bersuami, diluaskan kesempatannja pada djabatan-djabatan umum, diantaranja djuga djabatan diplomatik dan kedutaan, kehakiman dan segala pekerdjaan preman (seperti tabib, adpokat dll.), semuanja dengan sjarat-sjarat jang sama dengan laki-laki. Dan supaja anggota lelaki dalam membentuk utusan (delegasi) kebadan-bagian UN dan kekonperensi-konperensi internasional memperlakukan wanita dengan tiada perbedaan sama dengan lelaki". Andjuran komisi ini jang merupakan sebagian daripada Madjelis Ekonomi dan Sosial UN, diterima baik oleh komisi tersebut. Dalam resolusi jang achirnja disusun dan disetudjui itu, madjelis tersebut mentjela peraturan-peraturan dalam undang-undang jang melarang perkawinan tjampuran dan membatasi hak wanita memilih suaminja. Madjelis itu pun menjesali negara-negara jang melarang wanita mengikuti suaminja bangsa asing pergi keluar-negeri.

Pada tahun 1948, Puteri Mahkota Juliana, beberapa minggu sebelum ia dinobatkan, membuka sebuah steleng wanita, dalam seteleng mana digambarkan, perubahan-perubahan apa jang telah terdjadi dalam penghidupan wanita selama lima puluh tahun pemerintahan ibunja, jakni Ratu Wilhelmina. Waktu itu Puteri Juliana berkata: "Ketika wanita memberanikan diri, ia mendapat kemenangan. Ia mendapat kesempatan jang luar biasa akan mengembangkan diri pribadinja dan sebaliknja masjarakat beruntung, karena dapat mempergunakan ketjerdasan jang memberi hasil jang tidak terkira nilainja. Terlebih gemilang lagi kemenangan kaum wanita, karena mereka berani bertanggung djawab dan dengan djalan demikian tidak lagi menandang kaum lelaki sebagai alat jang harus mereka pakai dengan tjerdik sebelum memperoleh apa jang dihendakinja. Sikap ini suatu pendirian jang tegas dan djudjur terhadap masjarakat dan istimewa terhadap bangsa lelaki jang lama-kelamaan beladjar menerima dan menghargai perubahan itu.”

Dan seperti dikatakan oleh Begum Hamid Ali dari India dalam rapat komisi untuk menentukan kedudukan wanita: "Jang kita perlukan sekarang ialah supaja kaum wanita, mempergunakan segala kesempatan jang telah diberikan pada mereka”.