Lompat ke isi

Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 1.pdf/62

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

berganda tiga, dengan tangga-tangga di mukanya (no. 4) yang untuk sebagian telah dibina kembali sekarang; sebuah gapura yang berganda lima (no. 5), dengan lima buah tangga dan semacam lorong. Tiga buah tangga menuju ke lorong itu. Pada sebelah belakang dari gapura yang mempunyai lima bagian ini ada tangga yang menurun, menuju ke pelataran yang ketiga (no. 4 dan 5) dahulu dihubungkan oleh semacam halaman, dengan dinding-dinding di sepanjangnya dan bangunan-bangunan gapura di sebelah kiri dan kanannya (?) (gb. 43)

Halaman ini terdiri daripada lima jalur yang diberi berlantai. Yang di tengah sendiri ialah yang tertinggi, dan yang paling luar kalau tak salah dahulu diisi dengan air. Semua ini adalah sebuah kelompok yang sangat besar, dan sebagai jalan masuk ke sebuah tempat suci atau tempat kediaman raja, di seluruh tanah Jawa tak ada yang menyamainya. Supaya dapat menyadari hal ini, kita harus memperhatikan gambar perencanaan kembali (gb. 43) ditambah dengan angan-angan sendiri karena segalanya itu terutama sekali masih ada dalam susunan percobaan di tempat itu. Bagaimana sisi-sisi gapura tengah yang lebarnya lebih dari tiga meter itu dapat dihubungkan dan apa mahkotanya dahulu, kini belum jelas. Gapura-gapura sisi diberi mahkota sisi-genta berganda tiga dan sebuah mercu puncak yang tampaknya sebagai benang-benang sari yang dilipat ke dalam dan berpucuk sebuah ratna. Sisi-sisi tangga juga bagus tampaknya.

Jika berdiri di belakang gapura tengah daripada no. 4 maka di dalam porosnya kita melihat Candi Kalasan di dataran rendah.

Di sebelah timur laut dari kelompok gapura ini ada sebuah bangunan aneh (no. 8): sebuah batur yang berlapiskan batu, sebuah tangga besar yang menuju ke atas dan di atas hanyalah kedapatan sisa daripada sebuah langkan, sedangkan di tengah-tengahnya sebuah perigi yang berlapiskan batu. Apakah itu dahulu gerangan? Yang memugar menduga bahwa tempat ini dahulunya mungkin sebuah pembakaran, karena di dalam perigi hanyalah didapatkan bekas-bekas pembakaran. Untuk sementara waktu hal ini masih menjadi suatu pertanyaan (gb. 44).

Masih ada suatu bangunan lagi yang berbangun batur tidak dengan tangga, dan kalau dahulu ada tangga, maka tangga itu dari kayu. Bangunan ini, yang juga mempunyai langkan terdapat pada pelataran II (no. 7). Di pelataran III di belakang gapura-gapura diketemukan umpak-umpak dan lantai-lantai dari bangunan-bangunan besar yang mungkin dibuat dari kayu. Pun didapatkan saluran air dari batu kapur. Di belakang "tempat pembakaran" peta menujukkan sisa-sisa dari sebuah kolam (no. 9). Petunjuk-petunjuk bahwa dahulunya ada tembok yang memisahkan bangunan-bangunan di sebelah utara dari III itu (gb. 41) barulah diperoleh setelah denah gb. 38 selesai dibuat.

Pekerjaan pada bagian Ratubaka ini telah dimulai pada tahun 1938. Meskipun dengan beberapa kali penghentian, selama waktu perang dilanjutkan juga. Kemudian tertunda lagi, dan sesudah penyerahan Yogyakarta telah dimulai kembali. Sebagaimana diketahui pekerjaan itu masih sedang dilakukan. Bersamaan dengan itu pada tahun 1950 telah dimulai penggalian penyelidikan di dekat batur pendopo yang besar. Ke situlah kita sekarang pergi.

Sebagian daripada halaman muka yang kita bicarakan tadi, di tempati oleh Desa Dawung. Supaya dapat sampai kepada runtuhan-runtuhan yang lebih jauh letaknya, kita melalui gapura sebelah barat (no.6) dengan perkataan lain: kita menaiki tangga pada bagian selatan daripada pelataran yang ada susunan percobaannya lihat potret rombongan kami, gb. 39 lalu mengambil jalan ke timur melalui kampung, kemudian memasuki lorong simpang ke kanan, maka dengan lekasnya (asal saja jangan mengambil jalan ke bawah) kita sampai batur pendopo.

Sebentar sebelum itu di lapangan sebelah kiri kita ada terletak 2 buah batu piagam yang belum ditulisi. Dari batur itu kita dapat dengan mudah melihat di sebelah timur laut dinding batu yang dipahat lurus, di dekat kamar-kamar yang dicerukkan di dalam batu padas.

Kesan kita yang pertama ialah sesuatu kekacauan yang sangat, yaitu: batu-batu lepas terserak di halaman, batu-batu yang ditumpuk-tumpuk seperti dinding-dinding di sepanjang jalan, pecahan-pecahan batu padas yang telah dikerjakan dan yang tidak, tanah-tanah ladang yang tandus.

Kesan yang kedua dan yang seterusnya pun tidak lebih baik daripada itu. Karenanya kami terpaksa tak dapat memberi keterangan sesuatu apa pun kepada para pengunjung tentang segala yang tidak keruan itu. Yang kita pakai sebagai pedoman ialah batur pendopo yang besar itu

56