Lompat ke isi

Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 2.pdf/45

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

satu prinsip Dinas Purbakala ialah, bahwa pembinaan kembali hanyalah dapat dilakukan apabila dapat dipertanggungjawabkan dengan kepastian yang mutlak, bahwa tiap-tiap batu tersusun kembali pada tempat aslinya.

Bagaimanakah mendapat kepastian itu? Karena pada bangunan yang dibuat dari batu alam orang tidak bekerja dengan batu-batu yang tetap ukurannya, tetapi dengan batu-batu yang dipotong dari bahan yang ada, maka tidak ada potongan yang mempunyai bentuk yang benar-benar sama dengan yang lain. Lain daripada itu, perhiasan-perhiasan yang dipahatkan pada batunya itu melintasi sambungan-sambungan di antara potongan-potongan batu sehingga jelas memberi petunjuk batu mana yang harus ada di sampingnya, di atasnya, dan di bawahnya. Karena itu maka bagian-bagian yang rata jauh lebih sukar dikumpulkan kembali. Tambahan lagi sering terjadi bahwa batu-batu itu dahulu dihubungkan yang satu dengan yang lain dengan sesuatu cara, sedangkan cara itu untuk tiap-tiap hal selalu berlain-lainan. Demikianlah maka banyak sekali jalan yang dapat dipakai para ahli untuk mengetahui batu-batu yang mana yang cocok dengan batu yang lain.

Dengan jalan demikian itu maka ternyata bahwa dari candi yang kita bicarakan, yang disebut Candi Gebang menurut nama desa yang terletak di dekatnya, dapat ditemukan kembali bentuk bagian bawah dan atasnya. Hanya hubungan di antara kedua bagian itu menimbulkan kesukaran. Setelah terus menerus memasang dan mengukur-ukur serta selalu mencari-cari lagi, akhirnya terdapatlah hubungan pada satu dua tempat. Kini tak ada lagi keberatan untuk membina kembali candi itu. Hanya untuk bagian tengah harus banyak sekali diadakan tambahan batu-batu yang baru. Batu-batu ini dapat diambil dari kali yang mengalir di sebelah timur di dekat candi itu. Juga dahulu orang mendapatkan bahan-bahannya dari batu kali yang dibawa oleh banjir dari gunung-gunung ke hilir. Begitulah bangunan kecil itu tetap disusun dengan batu yang semacam. Sayang bentuk pintu masuknya tidak dapat ditemukan. Supaya jangan sampai karena kekurangan itu kita membatalkan pekerjaan pembinaan kembali, yang bagi tiap orang lebih memuaskan daripada beberapa bagian yang kita jajar-jajarkan, maka kita cari sesuatu bentuk untuk pintu itu yang jelas menunjukkan bahwa bagian ini bukan asli.

Masih ada lagi kesukaran yang harus dipecahkan sebelum kita dapat mulai dengan pembinaan kembali. Pada kakinya terang terlihat beberapa garis yang menunjukkan tempat sudut-sudut tubuh candinya. Tetapi tubuh itu dapat dipasang di dalam sudut-sudut tersebut menurut empat cara. Bagaimanapun orang memutarnya, dengan pintu masuk ke arah tiap-tiap mata angin, selalu sudut-sudut itu sesuai dengan petunjuk-petunjuk pada permukaan kaki itu. Dalam hal ini haruslah kita dengan pikiran luas memecahkan masalahnya. Untunglah dalam hal ini ada sesuatu yang dapat menolong. Pintu candi pada umumnya diarahkan ke timur atau ke barat. Satu dari dua kemungkinan ini hendaklah dipilih. Lagi pula ada tambahan lain yang dapat menjadi petunjuk. Seperti telah dibicarakan, pada patung Ganeça yang merupakan pendorong bagi semua pekerjaan ini tampak bahwa ia merupakan bagian dari sebuah bangunan dan barangkali dahulu berdiri di dalam sebuah relung. Ternyatalah sebagai suatu keistimewaan bahwa dahulu di bawah patung itu terdapat sebuah lapik (yoni) dengan cerat. Yoni itu telah ditemukan kembali. Semua yoni di Jawa ditempatkan demikian, hingga pancurannya diarahkan ke utara. Tambahan pula patung Ganeça selalu ditempatkan di belakang patung induk, jadi pada sisi yang berlawanan dengan pintu masuk. Dengan mengarahkan cerat yoni di bawah Ganeça itu ke utara, ternyatalah bahwa pintu masuk ada di sebelah timur. Setelah soal ini dipecahkan maka dapatlah dimulai pembinaan kembali. Hasilnya tampak pada gambar yang disertakan di sini.

Tidak perlulah rasanya menguraikan bentuk candi itu dengan panjang lebar, sebab sudah terlihat dengan jelas pada gambar yang disertakan di sini. Hanya masih perlu di sini kita menunjukkan beberapa keistimewaan. Pertama ternyata bahwa tidak ada terdapat tangga yang memungkinkan orang masuk dalam bilik candi dengan mudah. Hal semacam itu tidak terdapat pada candi mana pun juga. Barangkali orang mempergunakan tangga kayu atau bambu, tetapi barangkali juga tidak memandang perlu untuk memasukinya. Dalam bilik itu berdiri yoni, barangkali dengan sebuah lingga yang cocok di dalamnya. Bukankah lambang Çiwa itu merupakan bagian yang terpenting

40