Lompat ke isi

Halaman:Garuda Perdamaian (Garuda Indonesia, 1957).pdf/19

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Sebelum tertjapai Konvensi Konstantinopel 1888, maka hak berlajar diterusan Suez belum seluruhnja terperintji dan djelas ketentuan-ketentuannja.

Menurut ketentuan fatsal 14 konsessi kedua 1856, dinjatakan bahwa terusan dan pelabuhan akan selalu terbuka sebagai terusan netral, untuk semua kapal dagang jang melintas dari satu lautan kelautan jang lain, tanpa membeda-bedakan, mengetjualikan ataupun mendahulukan seseorang atau kebangsaan kapal itu dalam pemungutan pembajaran beaja.

Tahun 1866 antara Pasha dengan kongsi terusan Suez ada perdjandjian. Sjarat-sjarat tersebut diatas djuga ditjantumkan didalamnja. Djuga dinjatakan, bahwa Mesir memiliki hak untuk menduduki setiap posisi atau tempat-tempat jang strategies jang dianggap penting guna mempertahankan Mesir. Tetapi pendudukan itu tidak boleh mengganggu kebebasan pelajaran di Suez.

Dalam ketentuan konsessi tersebut diatas tidak disebutkan mengenai ketentuan bagi kapal perang, sehingga negara-negara jang sedang berperang (billigerent) akan dengan mudah dapat melantjarkan tuduhan kepada Turki melanggar peraturan kebebasan pelajaran, djika Turki mengizinkan salah satu dari kapal perang negara jang berperang melalui terusan Suez. Sebagaimana diketahui, bahwa pada waktu itu Turki memiliki kedaulatan atas Mesir.

Pada tahun 1870-1871, ketika timbul peperangan antara Djerman dan Perantjis, kapal perang Djerman dan Perantjis ternjata dengan bebas dapat menggunakan terusan. Kenjataan tersebut kemudian dirumuskan dalam perundingan di Port Said tahun 1873, dan menghasilkan sebuah pernjataan — diterima oleh negara-negara maritime — jang menjatakan bahwa terusan itu terbuka bagi lalu-lintas kapal perang untuk semua negara meski dalam keadaan permusuhan.

Pada tahun 1877, ketika perang petjah antara Turki dan Rusia, Inggris jang telah memiliki saham terbesar dan takut akan bahaja rusaknja terusan, mengumumkan sebuah pernjataan, bahwa setiap usaha untuk mengepung atau mengganggu terusan atau usaha untuk menghampirinja akan dianggap oleh Inggris sebagai antjaman terhadap

16