pula rakjat dari golongan jang tertentu, tetapi segala lapisan rakjat berlomba memasuki gerbang S. I.
Rakjat „djembel” , rakjat „kelas atasan”, petani, buruh, lurah, kandjeng, djurnalis, pemuda, laki perempuan, tua-muda, ningrat, kromo, kjai, intelek, seluruhnja hanjut kedalam kan tjah S.I.
S. I. betul-betul berupa kawah Tjondrodimuko, kawah penggembleng rakjat jang pertama-tama lahir di Indonesia. Digembleng, disaring, dipilih. Dalam kantjah S. I. itu bertjampur aduk manusia- manusia jang berideologie komunis, sosialis, Islam, jang berpaham bordjuis, jang berpahain sama rata sama rasa, jang merah semerah- merahnja, jang fanatiek agama sefanatik-fanatiknja . Segalanja itu masuk kedalam satu kantjah gemblengan. Tidak karena propaganda, tidak karena pakşaan, tidak karena terikat kawan, tetapi semata- mata karena keinginan dirinja masing-masing hendak mentjari obat penawar hati, menjembuhkan penjakit djiwa untuk didjadikan bekal bersama dalam perdjuangan bangsa seluruhnja.
Pada tahun 1915, tatkala S.I. baru berusia 4 tahun, ia sudah mempunjai anggauta sedjumlah k.l. 3.000.000 orang. Satu djumlah jang tidak ada taranja sampai saat ini.
Apakah dasar-dasar penggemblengan dalam kantjah Tjon drodimuko S.I. dulu itu ?
Walau matjam-matjam tjoraknja, faham kejakinannja , keinginannja, ideologienja, tetapi semua seluruhnja menudju kearah jang sama, arah satu-satunja ialah : Menudju Nationaal bewust dan Staats- bewust. Seluruhnja menudju : Kesadaran kebangsaan dan kesadaran bernegara.
Semuanja ingin mendjadi miliknja kebangsaan jang satu, ialah Kebangsaan Indonesia. Dan semuanja ingin mempunjai Negara sendiri, Negara Indonesia .
Setelah ,,dikunjah-kunjah" oleh kantjah Tjondrodimuko itu, dan setelah masing masing orang mendapat gemblengan mendjadi Nationaal- bewust dan Staats-bewust, lambat-laun kantjah S.I. itu mengalami „scheidingsproces”. Scheidingsproces jang
26