Lompat ke isi

Halaman:Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.pdf/24

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Dalam penelitian KHN[1] memperlihatkan bahwa selain belum terbentuknya prosedur dan mekanisme Stolen Aset Recovery (StAR) terdapat juga beberapa hambatan yang selama ini dialami dalam pengembalian aset hasil korupsi. Hambatan-hambatan tersebut antara lain[2]: (1) hambatan dalam penyidikan[3] (2) sistem hukum antar negara yang berbeda[4] (3) tidak memadainya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Indonesia[5] (4) Tidak mudah melakukan kerjasama dengan negara lain baik dalam bentuk perjanjian ekstradisi maupun MLA[6]. (5) masalah dual criminality[7] (6) kekeliruan dalam melakukan tuntutan berkaitan dengan uang pengganti dan


  1. Penelitian KHN, Stolen Aset Recovery (STAR) initiatif, (Jakarta, KHN Pres, 2009).
  2. Penelitian KHN, ibid. Basrief Arief, disampaikan dalam diskusi ahli tentang Implementasi Stolen Asset Recovery (StAR) dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diadakan oleh Komisi Hukum Nasional, Jakarta, 28 Januari 2008
  3. Kesulitan yang dialami oleh penyidik ialah bagaimana melacak aset ini, karena korupsinya dilakukan tidak pada saat ini, tapi dalam waktu yang telah lama artinya cukup memakan waktu. Hampir rata-rata, tidak ada kasus korupsi yang kita tangani yang baru 1-2 tahun dilakukan. Sehingga menimbulkan kesulitan lebih lanjut, karena aset itu sudah berganti nama, di antaranya dilarikan ke luar negeri. Oleh karena itu, karena kesulitan-kesulitan yang ditempuh, tepatnya pada Hari anti korupsi sedunia, tanggal 9 Desember 2004, dicetuskan langkah-langkah mengamankan aset yang sudah dikorupsi dan mengoptimalkan mencari terpidananya. Ibid.
  4. Sistem hukum yang berbeda juga merupakan hambatan dalam mengejar terpidana maupun aset hasil korupsi. Contoh: sulitnya mengekstradisi Hendra Rahardja (terpidana korupsi) dan asetnya dari Australia, hingga yang bersangkutan meninggal dunia. Untuk kasus David N. Widjaja, pemerintah Indonesia berhasil menangkap David N. Widjaja di Amerika karena secara kebetulan hubungan kita baik dengan Amerika yaitu karena Indonesia sering membantu informasi terkait masalah teroris, jadi Amerika pun memberi kesempatan kepada Indonesia untuk menangkap David N. Widjaja. Itu juga karena UU Imigrasi mereka yang dilanggar. Kalau karena sekedar hubungan baik kedua negara, tidak mungkin mereka mengijinkan. ibid
  5. Sarana dan prasarana yang dimaksud terkait masalah logistik, kemudian perangkat hukum yang mendukung untuk itu. Hal ini mengakibatkan penyidik di Indonesia sulit untuk menangkap pelaku korupsi dan mengejar asetnya di luar negeri, karena dana yang ada tidak memadai untuk melakukan pengejaran. ibid
  6. Untuk Hongkong perlu waktu 3 tahun (2005-2008) hingga akhirnya MLA antara Indonesia dan Hongkong bisa mereka tanda tangani. ibid
  7. Belum tentu yang kita bilang korupsi, di tempat orang disebut korupsi. Dengan UNCAC, semuanya ini sudah digugurkan. Tercatat bahwa prinsip dual criminality dan nasionalitas tidak lagi menjadi persyaratan dibangunnya kerjasama internasional dalam pemberantasan korupsi dan tindak pidana pencucian uang, jadi sudah lebih maju. ibid

~17~