Lompat ke isi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/Naskah asli/Penjelasan

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Artikel ini merupakan bagian dari Naskah asli Undang-Undang Dasar 1945.


PENJELASAN TENTANG UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA INDONESIA


UMUM

  1. Undang-Undang Dasar, sebagian dari hukum dasar.

    Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.

    Memang untuk menyelidiki hukum dasar (droit constitutionnel) suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (loi constituttionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga sebagaimana praktiknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dari Undang-Undang Dasar itu.

    Undang-Undang Dasar negara mana pun tidak dapat dipahamkan kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk dapat mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.

    Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar undang-undang itu.

  2. Pokok-pokok pikiran dalam "pembukaan".

    Apakah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam "pembukaan" Undang-Undang Dasar.

    1. "Negara" – begitu bunyinya – melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

      Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian "pembukaan" itu menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

    2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
    3. Pokok yang ketiga yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan/perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
    4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

      Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

  3. Undang-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.

    Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.

    Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.

  4. Undang-Undang Dasar bersifat singkat dan supel.

    Undang-Undang Dasar hanya memuat 37 pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka rencana ini sangat singkat jika dibandingkan misalnya dengan Undang-Undang Dasar Filipina.

    Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah, dan mencabut.

    Demikianlah sistem Undang-Undang Dasar.

    Kita harus senantiasa ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini.

    Oleh karena itu. kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu, janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah.

    Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu makin "supel" (elastic) sifatnya aturan itu makin baik.

    Jadi kita harus menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Jangan sampai kita membikin undang-undang yang lekas usang (verouderd). Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktik. Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya negara. Jadi yang paling penting ialah semangat.

    Maka semangat itu hidup, atau dengan lain perkataan dinamis.

    Berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok saja harus ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada undang-undang.


SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar ialah:

  1. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat).
    1. Negara Indonesia berdasar atas hukum, (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).

  2. Sistem konstitusional.
    1. Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

  3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (die gezatnte Staatgewalt liegi allein bei der Majelis).
    1. Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden).

      Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, bertunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia ialah "mandataris" dari Majelis. Ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak "neben", akan tetapi "untergeordnet" kepada Majelis.

  4. Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis.

    Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi.

    Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and responssibility upon the President).

  5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

    Di sampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat.

    Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (Staatsbegrooting).

    Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung daripada Dewan.

  6. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

    Presiden mengangkat dan memperhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung daripada Dewan, akan tetapi tergantung daripada Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden.

  7. Kekuasaan Kepala Negara tidak takterbatas.

    Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator", artinya kekuasaan tidak takterbatas.

    Di atas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu, ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.

    Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat.

    Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer). Kecuali itu, anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden.

    Menteri-Menteri Negara bukan pegawai tinggi biasa.

    Meskipun kedudukan Menteri Negara tergantung daripada Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa oleh karena menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan Pemerintah (pouvoir exécutif) dalam praktik.

    Sebagai pemimpin departemen, menteri mengetahui seluk-beluk hal-hal yang mengenai lingkungan pekerjaannya.

    Berhubung dengan itu, menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang mengenai departemennya. Memang yang dimaksudkan ialah, para menteri itu pemimpin-pemimpin negara.

    Untuk menetapkan politik Pemerintah dan koordinasi dalam pemerintahan negara, para menteri bekerja bersama satu sama lain seerat-eratnya di bawah pimpinan Presiden.


PENJELASAN SEPASAL DEMI SEPASAL


BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA


Pasal 1
Menetapkan bentuk Negara Kesatuan dan Republik, mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat.

Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah penyelenggara negara yang tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat, yang memegang kedaulatan negara.


BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT


Pasal 2
Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat.

Yang disebut "golongan-golongan" ialah badan-badan seperti koperasi serikat pekerja, dan lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi.


Ayat (2)
Badan yang akan besar jumlahnya bersidang sedikit-sedikitnya sekali dalam 5 tahun. Sedikit-sedikitnya, jadi kalau perlu dalam 5 tahun tentu boleh bersidang lebih dari sekali dengan mengadakan persidangan istimewa.

Pasal 3
Oleh Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamika masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk di kemudian hari.


BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA


Pasal 4 dan pasal 5 ayat (2)
Presiden ialah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara. Untuk menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan peraturan pemerintah (pouvoir réglementaire).

Pasal 5 ayat (1)
Kecuali "executive power", Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan "legislative power" dalam negara.

Pasal 6, 7, 8, 9
Telah jelas.

Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15
Kekuasaan-kekuasaan Presiden dalam pasal-pasal ini ialah konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai kepala negara.


BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG


Pasal 16
Dewan ini ialah sebuah "council of state" yang berwajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada Pemerintah. Ia sebuah badan penasihat belaka.


BAB V
KEMENTERIAN NEGARA


Pasal 17
Lihatlah di atas.


BAB VI
PEMERINTAHAN DAERAH


Pasal 18
  1. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu "eenheidsstaat", maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.

    Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.

    Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek- dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

    Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

  2. Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 "zelfbesturende landchappen" dan "volksgetneenschappen", seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

    Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.


BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


Pasal 19, 20, 21, dan 23
Lihatlah di atas.

Dewan ini harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan undang-undang dari Pemerintah. Pun Dewan mempunyai hak inisiatif untuk menetapkan undang-undang.

  1. Dewan ini mempunyai juga hak "begrooting" pasal 23. Dengan ini, Dewan Perwakilan Rakyat mengontrol Pemerintah.

    Harus diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.


Pasal 22
Pasal ini mengenai "noodverordeningsrecht" Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh Pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa Pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, Pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.


BAB VIII
HAL KEUANGAN


Pasal 23 ayat (1), (2), (3), (4)
Ayat (1) memuat hak begrooting Dewan Perwakilan Rakyat.

Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasarkan fasisme, anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Betapa caranya rakyat – sebagai bangsa – akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.

Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat daripada kedudukan Pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat.

Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran – jual beli – dalam masyarakat.

Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.

Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.


Ayat (5)
Cara Pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah itu perlu ada suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. Suatu badan yang tunduk kepada Pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya badan itu bukanlah pula badan yang berdiri di atas Pemerintah.

Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan dengan undang-undang.


BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN


Pasal 24 dan 25
Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukannya para hakim.


BAB X
WARGA NEGARA


Pasal 26
Ayat (1)
Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.

Ayat (2)
Telah jelas.

Pasal 27, 30, 31 ayat (1)
Telah jelas.

(Pasal-pasal ini mengenai hak-haknya warga negara).


Pasal 28, 29 ayat (1), 34
Pasal ini mengenai kedudukan penduduk.

Pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai seluruh penduduk, memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan.


BAB XI
AGAMA


Pasal 29 ayat (1)
Ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.


BAB XII
PERTAHANAN NEGARA


Pasal 30
Telah jelas.


BAB XIII
PENDIDIKAN


Pasal 31 ayat (2)
Telah jelas.

Pasal 32
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.

Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusian bangsa Indonesia.


BAB XIV
KESEJAHTERAAN SOSIAL


Pasal 33
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.

Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.

Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


Pasal 34
Telah cukup jelas, lihat di atas.


BAB XV
BENDERA DAN BAHASA


Pasal 35
Telah jelas.

Pasal 36
Telah jelas.

Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara.

Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.


BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR


Pasal 37
Telah jelas.


(Naskah Sesuai Lembaran Negara Republik Indonesia, No. 75, 1959)